Hujan?
Ternyata bukan kenangan yang terkandung disetiap butiran air yang jatuh, tetapi kenyataan dan tamparan yang semakin menyadarkan bahwa kehidupan dan segala yang terkandungnya itu misteri.
Malam ini, 13 Februari 2015 saya bagaikan anak kecil yang gembira ketika mendapati hujan lebat di luar. Saya merasakan hal demikian, selain berdalih menemani teman mengantarkan dua kawannya ke Pedurungan juga karena hanya ada satu jas hujan single yang dipakai teman saya.
Sepanjang perjalanan dengan terus air hujan mengucur deras, pikiran saya kembali pada perbincangan sore tadi sebelum kami berempat pulang diselimut masing-masing. Sore itu disalah satu kedai sederhana di kawasan Goa Kreo, sembari berteduh dan memenuhi cacing diperut yang meminta jatahnya, maka obrolan atau bisa disebut “MelaCur” lah Melakukan Curhat gitu khas wanita-wanita perantauan J dan kebetulan lagi dari kami ada yang sudah menyandang gelar sarjana psikologi (walaupun tak begitu peduli dengan titel) yang setidaknya sedikit banyak paham mengenai sesuatu “rasa”. Mbak yang satu ini juga akan melangsungkan pernikahan pada 10 Mei 2015. Nah, melacur yang semakin panas dengan tema yang tak lekang oleh waktu, apalagi jika bukan “cinta dan jodoh” *tsaaah. Bermula dari menunjukkan foto-foto lalu mereka menunjukkan foto mantan hingga seseorang yang sedang mereka cintai, katanya.
Mendengar
celoteh mereka, geram juga mulut ini tak mengambil bagian untuk sebuah “rasa”
yang ingin saya tanyakan bagaimana menurut mbak sarjana psikologi ini. “Mbak,
jika kasusnya seperti ini, ada sepasang kekasih, mereka telah menjalin hubungan
entah berapa lama dan sudah saling berkomitmen dan mungkin atau pasti ada
rencana mau membawa hubungan mereka ke pernikahan, tetapi ada seorang gadis
yang dalam suatu acara tanpa sengaja bertemu dan berkenalan dengan lelaki tadi,
hanya bertemu sekali dan selang beberapa bulan mereka dipertemukan kembali
untuk kedua kalinya. Mulanya biasa, hanya menganggap teman, tetapi sang gadis
merasakan ada hal “rasa” yang berbeda. Lambat laun gadis itu menerka bahwa lelaki
itu juga mempunyai “rasa” padanya. Untuk analisis sementara keduanya saling
cinta, hanya saja sang gadis terlambat mengenalnya. Bagi sang lelaki posisi ini
teramat sulit, ia ingin menjadi lelaki yang setia, memegang teguh komitmen dan
rasa tanggungjawab terhadap pacarnya tetapi disisi lain ia mencintai gadis
tadi. Lalu bagaimana menurut mbak?” tanyaku sore itu.
“Mmmm, gini budhe saya juga dulu seperti itu. Malah gara-gara telpon salah sambung bisa menikah dengan pakde sampai sekarang. Nggak logis kan? Jadi, pakde dulu sudah pacaran 10 tahun dengan seseorang, lalu pakde telpon salah sambung ke bude. Nah, singkat cerita mereka itu bisa saling cinta. Bingung juga bagaimana dengan pacarnya yang sudah 10 tahun pula. Mereka udah kayak orang kesetanan dengan masalah itu, lalu budhe masani, nyolati, ndongani, yo nirakati lah buat hal ini. Hingga suatu ketika pacarnya pakde tiba-tiba kecelakaan dan meninggal. Begitu cara Tuhan mempersatukan bude dan pakde. Bahkan yang besok mau nikah saja bisa jadi gagal.” Panjang lebar mbak sarjana psikologi itu bercerita.
Deeeg, jleeeb, speechless saya mendengarkan cerita itu. tak menyangka alurnya akan seperti itu. Panas dingin seketika tubuh ini walau saya berusaha biasa di hadapan mereka, hanya manggut-manggut. Memang dahulu pernah sekelebat hadir dipikiranku pengandaian jika pacar lelaki itu meninggal tetapi sudah saya kubur jauh-jauh pengandaian itu, apalagi untuk saat ini. Tak ingin hal itu terjadi. Jikapun ada maut, saya berharap maut itu singgah pada diri saya terlebih dahulu, bukan pada mereka berdua.
Satu hal yang saya yakini, kehidupan yang misteri, begitu dengan jodoh ataupun cinta. Saya akan terus memantaskan diri, menjadi pribadi yang baik dan lebih baik lagi. Jika jodoh pasti jalannya akan dipermudah. Pun jika cinta haruslah saling memiliki.
Yah, kembali ke perjalanan yang diguyur hujan, dengan tubuh gigil, basah luar dalam, pikiran terbawa pada cerita itu, sembari bibir masih tetap memuji dan mendokanmu pada wktu yang mustajab yaitu hujan deras.
Tak bisa disangkal untuk hujan yang menyadarkan pada kenyataan dan doaku begitu kuat mengalir untukmu. Kehidupan penuh misteri.
Memaknai hari valentine dengan introspeksi diri dan ini kado terindah dari Sang pencipta waktu untukku.
------Masih namamu dalam do’aku ^^
Assabiila, 14 Februari 2015
Rizki Indah Ferina
Ternyata bukan kenangan yang terkandung disetiap butiran air yang jatuh, tetapi kenyataan dan tamparan yang semakin menyadarkan bahwa kehidupan dan segala yang terkandungnya itu misteri.
Malam ini, 13 Februari 2015 saya bagaikan anak kecil yang gembira ketika mendapati hujan lebat di luar. Saya merasakan hal demikian, selain berdalih menemani teman mengantarkan dua kawannya ke Pedurungan juga karena hanya ada satu jas hujan single yang dipakai teman saya.
Sepanjang perjalanan dengan terus air hujan mengucur deras, pikiran saya kembali pada perbincangan sore tadi sebelum kami berempat pulang diselimut masing-masing. Sore itu disalah satu kedai sederhana di kawasan Goa Kreo, sembari berteduh dan memenuhi cacing diperut yang meminta jatahnya, maka obrolan atau bisa disebut “MelaCur” lah Melakukan Curhat gitu khas wanita-wanita perantauan J dan kebetulan lagi dari kami ada yang sudah menyandang gelar sarjana psikologi (walaupun tak begitu peduli dengan titel) yang setidaknya sedikit banyak paham mengenai sesuatu “rasa”. Mbak yang satu ini juga akan melangsungkan pernikahan pada 10 Mei 2015. Nah, melacur yang semakin panas dengan tema yang tak lekang oleh waktu, apalagi jika bukan “cinta dan jodoh” *tsaaah. Bermula dari menunjukkan foto-foto lalu mereka menunjukkan foto mantan hingga seseorang yang sedang mereka cintai, katanya.
“Mmmm, gini budhe saya juga dulu seperti itu. Malah gara-gara telpon salah sambung bisa menikah dengan pakde sampai sekarang. Nggak logis kan? Jadi, pakde dulu sudah pacaran 10 tahun dengan seseorang, lalu pakde telpon salah sambung ke bude. Nah, singkat cerita mereka itu bisa saling cinta. Bingung juga bagaimana dengan pacarnya yang sudah 10 tahun pula. Mereka udah kayak orang kesetanan dengan masalah itu, lalu budhe masani, nyolati, ndongani, yo nirakati lah buat hal ini. Hingga suatu ketika pacarnya pakde tiba-tiba kecelakaan dan meninggal. Begitu cara Tuhan mempersatukan bude dan pakde. Bahkan yang besok mau nikah saja bisa jadi gagal.” Panjang lebar mbak sarjana psikologi itu bercerita.
Deeeg, jleeeb, speechless saya mendengarkan cerita itu. tak menyangka alurnya akan seperti itu. Panas dingin seketika tubuh ini walau saya berusaha biasa di hadapan mereka, hanya manggut-manggut. Memang dahulu pernah sekelebat hadir dipikiranku pengandaian jika pacar lelaki itu meninggal tetapi sudah saya kubur jauh-jauh pengandaian itu, apalagi untuk saat ini. Tak ingin hal itu terjadi. Jikapun ada maut, saya berharap maut itu singgah pada diri saya terlebih dahulu, bukan pada mereka berdua.
Satu hal yang saya yakini, kehidupan yang misteri, begitu dengan jodoh ataupun cinta. Saya akan terus memantaskan diri, menjadi pribadi yang baik dan lebih baik lagi. Jika jodoh pasti jalannya akan dipermudah. Pun jika cinta haruslah saling memiliki.
Yah, kembali ke perjalanan yang diguyur hujan, dengan tubuh gigil, basah luar dalam, pikiran terbawa pada cerita itu, sembari bibir masih tetap memuji dan mendokanmu pada wktu yang mustajab yaitu hujan deras.
Tak bisa disangkal untuk hujan yang menyadarkan pada kenyataan dan doaku begitu kuat mengalir untukmu. Kehidupan penuh misteri.
Memaknai hari valentine dengan introspeksi diri dan ini kado terindah dari Sang pencipta waktu untukku.
------Masih namamu dalam do’aku ^^
Assabiila, 14 Februari 2015
Rizki Indah Ferina